Pembahasan saya kali ini, jujur, sangat gak berguna untuk
negara, bangsa, terlebih masyarakat luar negeri. Haha. Karena tulisan saya kali
ini. Tentu, lagi, lagi, dan lagi mengenai saya dan orang-orang sekitar saya.
Tapi, harapan saya, semoga sebagian dari tulisan saya bisa menjadi sedikit saja
pembelajaran untuk pembaca.
Saya. Sinthya Uly. Anak kedua dari 3 bersaudara. Dan saya
perempuan yang Puji Tuhan berumur 18thn. Saya dulunya seorang pelajar dan
sekarang meneruskan menjadi seorang Maha-pelajar. Haha. Saya merasa saya adalah
seorang wanita kuat. Kuat sekali. Karena saya mengambil jalan hidup mengikuti
jalan hidup Teknisi untuk hidup saya kedepannya. Dalam nama Yesus, saya
bertekat berdiri membahagiakan kedua orang tua saya dan satu adik perempuan
saya karena saya anak kedua setelah kakak laki-laki saya yang juga bertanggung
jawab untuk keluarga kami.
Tentu. Tugas diri sebagai individu saya adalah Seorang
pelajar. Menjadi seorang pelajar sangat sulit-sulit mudah. Tugas seorang
Maha-pelajar tidak bisa dibilang lebih mudah dari seorang siswa SD, SMP, SMA.
Tapi, semua orang tahu. Dari sabang sampai merauke tugas seorang pelajar hanya
belajar giat untuk masa depan. Dari SD semua orang sudah mempelajari tentang
hak dan kewajiban. Saya akan berbicara sedikit tentang itu berkaitan dengan
diri saya sebagai seorang pelajar. Hak seorang pelajar adalah mendapatkan
pendidikan, mendapatkan ilmu, mendapatkan pengajaran, dan lain-lain. Sedangkan
kewajiban seorang pelajar adalah belajar giat, mengerjakan tugas, taat peraturan
sekolah, dan lain-lain. Tapi saya berkaca pada kehidupan di desa yang miskin.
Anak dibawah umur yang seharusnya sekolah dan belajar justru malah tidak
mendapatkan hak itu. Anak tidak terdidik, tidak bisa membaca-menulis, tidak
mempunyai pola pikir. Dan saya berkaca dari kehidupan kota juga, anak yang
orang tuanya masih mampu, dia malah menghabiskan waktu untuk mengamen dan
meminta-minta. Ini sebenarnya salah pada penanaman diri tentang arti “Siapa
saya?” dan “Akan menjadi apa saya?”, selain itu juga salah pemahaman pada
pendidikan dan pengetahuan orang tua tentang sekolah, orang tua yang sebelumnya
sudah tidak sekolah hingga tamat justru malah meneruskan kepada anak-anaknya,
saya sering mengunjungi kejadian ini didaerah masyarakat miskin.
Kemudian. Tugas diri sebagai anak untuk keluarga, saya hanya
membantu orang tua membersihkan rumah dan menjaga adik saya ketika orang tua
saya pergi. Saya tidak banyak berbuat untuk keluarga karena saya belum bisa
berbuat lebih. Disini juga menyangkut soal hak dan kewajiban. Hak saya sebagai
anak adalah mendapatkan kasih sayang, mendapatkan pangan, sandang, papan, dan
lain-lain. Dan kewajiban seorang anak adalah membantu orang tua, menghormati
orang tua, dan lain-lain. Study kasusnya, dari pandangan masyarakat miskin banyak
orang tua yang belum memenuhi kebutuhan hidup karena ekonomi mereka terbatas
jadi banyak orang tua belum memberikan pangan, sandang, papan selayaknya dan
yang sehat. Dan orang tua dari masyarakat miskin sering memperdayagunakan anak
untuk membantu mengemis, memulung atau
sejenisnya sehingga balik lagi ke study kasus tugas diri sebagai individu, anak
tidak mendapatkan hak pendidikan. Dan study kasus dari masyarakat tingkat
ekomomi kategori mampu, banyak orang tua yang menghabiskan waktunya untuk fokus
bekerja, sehingga orang tua tidak begitu memperhatikan soal anak dan kemudian
sang anak kurang kasih sayang lalu sering membuat onar disekolah dan terancam Drop Out, ini bisa menjadi kasus baru
yaitu anak yang memiliki kesempatan mendapat hak pendidikan justru malah meremehkannya, belum
lagi anak tersebut berurusan dengan obat-obat terlarang, melakukan tindak
criminal, dan sejenisnya.
Lanjut. Tugas diri dikalangan masyarakat. Saya agak bingung
dengan point yang ini, karena
dilingkungan msyarakat saya tidak begitu memiliki rasa kemasyarakatan. Saya
tidak tahu apa latar belakang dari ini semua, yang jelas penduduk yang
mengayomi lingkungan sekitar saya ini sangat unik. Kembali kepada Tuhan, Tuhan
menciptakan manusianya berbeda sifat, sehingga ini sering sekali ditemui di
daerah lingkungan rumah. Perbedaan pola pikir manusia yang satu dengan yang
lainnya bertolak belakang. Study kasusnya, yang paling mencolok, yaitu ibu-ibu
perumahan. Tidak asing jika ibu-ibu tidak bergosip. Tetapi kembali kepada diri
masing-masing. Setiap individu memiliki tanggung jawabnya sebagai penduduk,
bangsa, warga negara Indonesia. Saya menarik contoh paling dekat. Sebagai
seorang perempuan remaja dalam bermasyarakat saya harus mengerti kesopanan,
ikut serta perkumpulan remaja, menghormati tetangga, menghormati masyarakat
dalam beribadah. Jika, kategori bapak, mungkin ikut sertan gotong-royong.
Tetapi, saya punya studi kasus lain. Tentang peribadatan. Banyak masyarakat
Indonesia yang mengganggu satu sama lain dalam hal beribadah. Contohnya:
pembakaran/pengeboman rumah ibadah, rumah ibadah diusir, tindakan criminal
kepada manusianya. Ini berkaca kepada rasa nasionalisme dan pandangan diri
seseorang tentang agama. Penanaman cara pandang negatif membawa manusia ke
tingkah negatif pula.
Kesimpulan dari ini semua. Kita, sebagai Warga Negara
Indonesia. Harus menanamkan sifat rasa nasionalisme, cinta sesama, saling
menghormati sesama, dan pemikiran panjang sebagai masyarakat yang damai, adil,
dan makmur.
Tidak ada komentar
Posting Komentar