Selasa, 15 Oktober 2013

Tugas diri sebagai Individu, Keluarga, dan Masyarakat.

Pembahasan saya kali ini, jujur, sangat gak berguna untuk negara, bangsa, terlebih masyarakat luar negeri. Haha. Karena tulisan saya kali ini. Tentu, lagi, lagi, dan lagi mengenai saya dan orang-orang sekitar saya. Tapi, harapan saya, semoga sebagian dari tulisan saya bisa menjadi sedikit saja pembelajaran untuk pembaca.

Saya. Sinthya Uly. Anak kedua dari 3 bersaudara. Dan saya perempuan yang Puji Tuhan berumur 18thn. Saya dulunya seorang pelajar dan sekarang meneruskan menjadi seorang Maha-pelajar. Haha. Saya merasa saya adalah seorang wanita kuat. Kuat sekali. Karena saya mengambil jalan hidup mengikuti jalan hidup Teknisi untuk hidup saya kedepannya. Dalam nama Yesus, saya bertekat berdiri membahagiakan kedua orang tua saya dan satu adik perempuan saya karena saya anak kedua setelah kakak laki-laki saya yang juga bertanggung jawab untuk keluarga kami.

Tentu. Tugas diri sebagai individu saya adalah Seorang pelajar. Menjadi seorang pelajar sangat sulit-sulit mudah. Tugas seorang Maha-pelajar tidak bisa dibilang lebih mudah dari seorang siswa SD, SMP, SMA. Tapi, semua orang tahu. Dari sabang sampai merauke tugas seorang pelajar hanya belajar giat untuk masa depan. Dari SD semua orang sudah mempelajari tentang hak dan kewajiban. Saya akan berbicara sedikit tentang itu berkaitan dengan diri saya sebagai seorang pelajar. Hak seorang pelajar adalah mendapatkan pendidikan, mendapatkan ilmu, mendapatkan pengajaran, dan lain-lain. Sedangkan kewajiban seorang pelajar adalah belajar giat, mengerjakan tugas, taat peraturan sekolah, dan lain-lain. Tapi saya berkaca pada kehidupan di desa yang miskin. Anak dibawah umur yang seharusnya sekolah dan belajar justru malah tidak mendapatkan hak itu. Anak tidak terdidik, tidak bisa membaca-menulis, tidak mempunyai pola pikir. Dan saya berkaca dari kehidupan kota juga, anak yang orang tuanya masih mampu, dia malah menghabiskan waktu untuk mengamen dan meminta-minta. Ini sebenarnya salah pada penanaman diri tentang arti “Siapa saya?” dan “Akan menjadi apa saya?”, selain itu juga salah pemahaman pada pendidikan dan pengetahuan orang tua tentang sekolah, orang tua yang sebelumnya sudah tidak sekolah hingga tamat justru malah meneruskan kepada anak-anaknya, saya sering mengunjungi kejadian ini didaerah masyarakat miskin.

Kemudian. Tugas diri sebagai anak untuk keluarga, saya hanya membantu orang tua membersihkan rumah dan menjaga adik saya ketika orang tua saya pergi. Saya tidak banyak berbuat untuk keluarga karena saya belum bisa berbuat lebih. Disini juga menyangkut soal hak dan kewajiban. Hak saya sebagai anak adalah mendapatkan kasih sayang, mendapatkan pangan, sandang, papan, dan lain-lain. Dan kewajiban seorang anak adalah membantu orang tua, menghormati orang tua, dan lain-lain. Study kasusnya, dari pandangan masyarakat miskin banyak orang tua yang belum memenuhi kebutuhan hidup karena ekonomi mereka terbatas jadi banyak orang tua belum memberikan pangan, sandang, papan selayaknya dan yang sehat. Dan orang tua dari masyarakat miskin sering memperdayagunakan anak untuk  membantu mengemis, memulung atau sejenisnya sehingga balik lagi ke study kasus tugas diri sebagai individu, anak tidak mendapatkan hak pendidikan. Dan study kasus dari masyarakat tingkat ekomomi kategori mampu, banyak orang tua yang menghabiskan waktunya untuk fokus bekerja, sehingga orang tua tidak begitu memperhatikan soal anak dan kemudian sang anak kurang kasih sayang lalu sering membuat onar disekolah dan terancam Drop Out, ini bisa menjadi kasus baru yaitu anak yang memiliki kesempatan mendapat hak  pendidikan justru malah meremehkannya, belum lagi anak tersebut berurusan dengan obat-obat terlarang, melakukan tindak criminal, dan sejenisnya.

Lanjut. Tugas diri dikalangan masyarakat. Saya agak bingung dengan point yang ini, karena dilingkungan msyarakat saya tidak begitu memiliki rasa kemasyarakatan. Saya tidak tahu apa latar belakang dari ini semua, yang jelas penduduk yang mengayomi lingkungan sekitar saya ini sangat unik. Kembali kepada Tuhan, Tuhan menciptakan manusianya berbeda sifat, sehingga ini sering sekali ditemui di daerah lingkungan rumah. Perbedaan pola pikir manusia yang satu dengan yang lainnya bertolak belakang. Study kasusnya, yang paling mencolok, yaitu ibu-ibu perumahan. Tidak asing jika ibu-ibu tidak bergosip. Tetapi kembali kepada diri masing-masing. Setiap individu memiliki tanggung jawabnya sebagai penduduk, bangsa, warga negara Indonesia. Saya menarik contoh paling dekat. Sebagai seorang perempuan remaja dalam bermasyarakat saya harus mengerti kesopanan, ikut serta perkumpulan remaja, menghormati tetangga, menghormati masyarakat dalam beribadah. Jika, kategori bapak, mungkin ikut sertan gotong-royong. Tetapi, saya punya studi kasus lain. Tentang peribadatan. Banyak masyarakat Indonesia yang mengganggu satu sama lain dalam hal beribadah. Contohnya: pembakaran/pengeboman rumah ibadah, rumah ibadah diusir, tindakan criminal kepada manusianya. Ini berkaca kepada rasa nasionalisme dan pandangan diri seseorang tentang agama. Penanaman cara pandang negatif membawa manusia ke tingkah negatif pula.


Kesimpulan dari ini semua. Kita, sebagai Warga Negara Indonesia. Harus menanamkan sifat rasa nasionalisme, cinta sesama, saling menghormati sesama, dan pemikiran panjang sebagai masyarakat yang damai, adil, dan makmur. 

Tidak ada komentar

Posting Komentar

© Horas! For You.
Maira Gall